Prof. Dr.Ing. Ir. Eugenius Pradipto dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik UGM, Selasa (12/7) di Balai Senat UGM. Dalam pengukuhannya ia menyampaikan pidato berjudul “Rekayasa Bambu Berbasis Kearifan Lokal untuk Arsitektur Beratap Indonesia”.
“Bentuk atap arsitektur tradisional merupakan wujud ekspresi hubungan harmonis antar manusia dengan sang pencipta. Penutup atap berperan sebagai media peralihan udara panas di ruang atas dan mengalirkannya menerobos ke luar ruangan,” ucapnya.
Pendidikan arsitektur di Indonesia, terangnya, mengarah pada penguasaan keahlian merancang bangunan dengan fokus pada parameter fungsi, iklim, konstruksi, dan bahan bangunan.
Pola pemikiran barat dipelajari, diperdalam, dikembangkan dan dipergunakan dalam proses desain arsitektur di Indonesia, kemudian faktor iklim tropis dan kebencanaan dihadapi dan diselesaikan dengan cara teknologi, “dilawan” atau “ditaklukkan”.
Pradipto menilai, arsitektur Indonesia saat ini belum berpijak di atas bumi alam tropis lembab dan lingkungan yang penuh kebencanaan, mereka asyik mencari ‘bentuk’ baru. Padahal kearifan lokal di Indonesia sudah punya “pola dan bentuk” sendiri.
“Kita tinggal mengisi dan meningkatkan kualitas,” ungkapnya.
Sebagian besar arsitektur tradisional daerah yang tersebar di nusantara memiliki landasan kepercayaan terhadap kosmologi. Kepercayaan itu mendasari sikap hidup bersama dengan alam dan lingkungannya yang mereka pegang teguh dan jalankan secara konsekuen sehingga mengakar kuat dan terwujud dalam arsitektur tradisional daerah.
Ragam arsitektur ini, menurutnya, dipertajam oleh keadaan atau nilai kearifan lokalnya, dan bukan saja unik namun juga sangat khas. Tampilan atap bangunan sangat beragam bukan hanya untuk mengatasi iklim lembab basah namun juga mengekspresikan nilai sosial-budaya daerah.
Lebih lanjut ia menerangkan, ruang pusat tengah sebagai perwujudan nilai kearifan lokal banyak ditemukan pada arsitektur tradisional di daerah-daerah. Keberadaan ruang pusat tengah dipercayai mampu menjaga hubungan lingkungan tetap harmoni dan menjadi sikap pandangan hidup bersama alam yang lentur dan fleksibel dalam menghadapi perubahan.
Pola bentuk “ruang pusat tengah” menjulang menurut hukum termodinamis berperan sebagai media pergerakan udara panas dari ruang tengah bawah naik menuju ke ruang atas. Penutup atap berperan sebagai media peralihan udara panas di ruang atas dan mengalirkannya menerobos ke luar ruangan.
Penutup atap dengan blok sirap yang berlapis-lapis dan berpori satu, merupakan model penutup atap yang berperan melindungi ruang tengah dari panas matahari dan hujan.
Dalam pidatonya, Pradipto menekankan bahwa prinsip-prinsip keseimbangan dan kelenturan konstruksi dalam menanggapi kemarahan alam dan lingkungan merupakan prinsip dasar untuk membangun pemahaman dan mewujudkan “arsitektur beratap” berkarakter Indonesia.
“Ke depan, ‘arsitektur beratap’ Indonesia akan tumbuh dan berkembang apabila memberikan nilai manfaat bagi penghuni di bawah atap blok sirap bambu menjadi sehat, nyaman, dan tenteram,” terangnya.
Sumber: https://ugm.ac.id/id/berita/22695-dosen-arsitektur-eugenius-pradipto-dikukuhkan-sebagai-guru-besar